Topik : Aliran Hukum Kodrat
Tanggal : 22 & 24 September 2010
Substansi :
Aliran hukum kodrat dirintis pada masa Yunani Kuno dan dianalisis oleh Thomas Aquinas. Menurutnya moralitas sama dengan hukum agama. Terdapat empat karakteristik dalam aliran hukum kodrat, yaitu:
1. Aliran hukum kodrat terdiri dari satu atau beberapa nilai moral/ hukum atau pertimbangan moral, sifatnya umum dan konkret;
2. Terdapat dua sumber pertimbangan moral, yaitu wahyu Tuhan dan Rasio. Selain itu berlaku universal dan abadi;
3. Dapat dijangkau dengan rasio manusia sehingga menjadi objek penelaahan rasio;
4. Jika hukum positif bertentangan dengan moralitas maka hukum positif itu dikesampingkan (ada beberapa versi).
Hakekat hukum, yaitu:
‘Hukum adalah nilai-nilai yang berlaku universal dan abadi’
‘bersifat self-evidence’
‘ logika deduktif ’
Dalam hukum kodrat, ‘moral=hukum’ dan ‘hukum= moral’. Dalam pandangan aliran hukum kodrat hak melahirkan hukum bukan hukum yang melahirkan hak. Dalam dunia kristiani, aliran ini diadopsi oleh pemikir utama, yaitu St. Agustinus (354-430). Menurutnya, ilmu pertama adalah mengenal Tuhan (metafisika) kemudian Tuhan memiliki rencana yang dituangkan dalam hukumnya yang abadi (Lex Aeterna). Rencana abadi Tuhan ini terdapat juga dalam jiwa manusia, sehingga manusia mampu memahaminya sebagai hukum kodrat (Lex Naturalis). Jadi menurut St.Agustinus, hukum buatan manusia harus bermoral => An unjust law is no law.
Pernyataan bahwa hukum harus sejalan dengan moralitas memunculkan pertanyaan ‘bagaimana jika hukum bertentangan dengan moralitas? Akankah batal begitu saja atau ada syarat-syaratnya’. Dari sinilah muncul 3 (tiga) versi untuk menjawabnya.
1. Versi 1: Tradisional version
Tokoh versi ini adalah Thomas Aquinas. Menurutnya hukum positif wajib sejalan dengan moralitas. Jika tidak:
a. hukum positif itu tidak sah (invalid)
b. aturannya batal demi hukum
c. tidak ada beban kewajiban bagi siapapun
menurut Aquinas, urutan dari hukum adalah Human Law (lex positivis) yang diatasnya terdapat Natural Law (Lex Naturalis), yang diatasnya terdapat Divine Law (Lex Divina), yang baru kemudian Enternal law (Lex Aeterna). Aquinas tidak merinci Enternal Law dan Divine Law.
2. Versi 2: Inner Morality Version
Tokoh versi ini adalah Lon Fuller (1902-1978). Menurutnya Hukum Positif wajib sejalan dengan moralitas jika tidak, ada aturan Hukum Positif yang tetap sah sepanjang tidak melanggar ‘inner morality of law’ (moralitas di dalam hukum).
=> Fuller tidak menyebut moralitas umum tapi moralitas hukum. Jadi moralitas internal didalam hukum.
Contoh: hak untuk hidup adalah contoh inti moralitas hukum yang tidak boleh dilanggar.
8 prinsip moralitas yang harus ada dalam hukum versi Fuller (principle of legality):
a. berupa aturan umum
b. memenuhi asas publisitas
c. aturan tidak boleh berlaku surut
d. aturan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan memiliki satu arti
e. aturan-aturan tidak boleh saling bertentangan
f. aturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dilakukan
g. aturan tidak boleh sering diubah
h. harus ada kecocokan antara aturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari
3. Versi 3: Interpretive Version
Tokoh versi ini adalah Ronald Dworkin. Menurutnya hukum positif wajib sejalan dengan moralitas jika tidak akan kesulitan memberikan penafsiran (pertimbangan) moral yang tepat terhadap hukum positif. Intinya jika masih dapat ditafsirkan oleh ahli hukum maka masih bisa dilaksanakan. Konsekuensinya, jika tidak dapat diberikan penafsiran moral, hukum positif itu tidak sah.
Aspek Ontologis, Epistemologis, Aksiologis
- idealis yang ingin dicapai
1. Idealisme => metafisika/ ontologis
2. Intuisionisme => epistemologi
3. Keadilan => aksiologis
- hukum positif
1. dualisme => metafisika/ ontologis
2. Rasionalisme => epistemologi
3. kepastian hukum => aksiologis
- Kenyataan
1. Materialisme => metafisika/ ontologis
2. Empirisme => epistemologi
3. Kemanfaatan => aksiologis
Kepastian hukum itu bergerak bukan tetap.
Kepastian hukum itu sifatnya top-down (satu arah), jika bertentangan sumbu z makin kebawah. Jika sumbu z makin kebawah artinya makin empirik, jangka pendek dan pragmatis.
Refleksi:
Aliran hukum kodrat (natural law) tidak sama dengan hukum-hukum alam semesta (law of nature). Bedanya adalah jika suatu subjek berhadapan dengan law of nature, yang salah adalah lawnya. Jika suatu subjek berhadapan dengan natural law maka yang salah adalah subjeknya.
Dalam hukum kodrat terdapat dua aliran, yitu aliran rasional dan aliran irrasional. Keduanya berpendapat bahwa hukum kodrat berlaku secara universal. Terdapat beberapa versi dalam hukum kodrat. Tradisional version menyatakan bahwa moralitas berasal dari hukum kodrat yang alamiah, akibatnya jika terjadi pertentangan dengan hukum positif maka hukum positif tidak sah tanpa toleransi. Dalam inner morality version, moralitas berasal dari sistem hukum. Jika terjadi pertentangan dengan hukum positif, hukum positif tetap sah selama tidak melanggar moralitas dalam hukum. Sedangkan dalam Interpretive version, hukum positif tetap dapat dilaksanakan selama masih dapat di tafsirkan.
Norma dalam hukum alam adalah kausalitas deterministik, yaitu sifatnya PASTI..
diskusi :
- dalam hukum kodrat muncul beberapa versi karena muncul pertanyaan apakah hukum harus sejalan dengan moral. dari ketiga versi tersebut, apakah masyarakat masih menggunakan versi-versi ini dalam cara berpikir mereka? dan apakah ketiga versi diatas masih banyak digunakan atau hanya versi tertentu saja yang masih dipegang teguh oleh masyarakat?
No comments:
Post a Comment