Positivisme Hukum (part2)
Topik: Positivisme Hukum
Topik: Positivisme Hukum
Tanggal: 27 Oktober 2010
Substansi
Imputation berkaitan dengan kapasitas seorang subjek hukum untuk melakukan perbuatan hukum. Pertanggungjawaban dalam hukum ditetapkan sepenuhnya oleh norma itu sendiri bukan hubungan logis antara norma dan fakta. Menurut H.L.A Hart, pandangan Hans Kelsen tentang norma dasar terlalu sederhana. Orang menaati hukum bukan karena hukum itu berlaku, tetapi orang menyesuaikan diri padanya. H. L. A Hart menyoroti hukum yang hidup dalam masyarakat sederhana. Primary Rules of recognition adalah aturan ynag belum tersistem dalam hukum negara ( undang-undang). Aturan primer merugikan masyarakat karena menimbulkan:
<! a. Ketidakpastian mengenai isi hukum
<! b.Statisnya hukum (perlu persetujuan semua orang untuk melakukan perubahan ,masyarakat berkembang jumlahnya tidak seperti city state pada zaman Yunani kuno)
<! c. Pengawasan sosial tidak akan mampu dan cenderung membiarkan hukum berkembang.
Untuk itu perlu aturan sekunder/ secondary rule of recognition yaitu aturan primer yang sudah disistematisasi menjadi hukum negara (undang-undang). Aturan primer lebih ditujukan pada masyarakat umum sedangkan aturan sekunder lebih untuk para pengemban/fungsionaris hukum. Aturan primer berisi kewajiban untuk berbuat sesuatu/ tidak berbuat sesuatu yang berasal dari aturan sosial. Secara eksternal, dipatuhi agar diterima masyarakat dan diyakini kebenarannya oleh masyarakat tersebut. Aturan sekunder muncul untuk mengatasi ketidakpastian hukum, statisnya hukum, dan inefisiensi dalam penegakan hukum. Menurut H.L.A Hart, the ultimate rule sebagai hukum tertinggi yang berisi tentang kebenaran yang tergantung pada umat manusia dan dunia tempat mereka hidup untuk mempertahankan ciri-ciri mereka yang menonjol. Kebenaran harus bisa diuji dengan fakta. Truism adalah kebenaran yang sudah teruji oleh fakta. Ciri-ciri rule of recognition:
- dapat mencakup beberapa kriteria keabsahan
- berfungsi mengidentifikasi aturan
- kebenarannya adalah suatu fakta.
- keabsahannya bukan karena paksaan.
- menanamkan keabsahan terhadap aturan didalam sistem hukum
- menyediakan sarana untuk menyatukan sistem hukum
- sesuatu yang sah belum tentu efektif.
Menurut ajaran positivisme hukum, hukum adalah norma positif dalam sistem perundang-undangan. Hukum menggunakan pola pemikiran doktrinal-deduktif dan dibuat untuk mencapai kepastian. Sesuatu disebut positif karena diasumsikan norma yang dibuat berasal dari pengalaman (empiris).
Ukuran kepastian hukum:
<! a. Tersedia aturan hukum yang jernih, konsisten, mudah dimengerti, diterbitkan oleh dan diakui negara.
<! b. Penerapan yang konsisten aturan hukum oleh instansi-istansi pemerintah.
<! c. Kebanyakan warga yang taat terhadap aturan hukum.
<! d. Hakim- hakim yang bebas, mandiri, dan tidak berpihak dalam menyelesaikan sengketa hukum.
<! e. Keputusan peradilan secara konkret dilaksnakan.
Refleksi
1. Pertanggung jawaban hukum yang menyatakan bahwa pertanggung jawaban dalam hukum sepenuhnya ditetapkan oleh norma semata tidak sesuai dengan ajaran hukum pidana, seseorang tidak dapat dihukum melakukan tindak pidana (pembunuhan atau tindak pidana kejahatan lain) tanpa adanya hubungan kausalitas antara kematian korban dengan tindakan terpidana.
2. Pandangan H.L.A. Hart yang menyatakan hukum ditaati karena orang menyesuaikan diri pada hukum tidak sejalan dengan teori fiksi hukum karena menurut teori fiksi hukum semua orang harus menaati hukum bukan karena orang menyesuaikan diri dengan hukum tetapi orang menaati hukum disebabkan semua orang dianggap tahu hukum.
3. Statis/dinamisnya hukum tergantung pada perkembangan masyrakat bukan karena aturan tersebut sudah tersistem atau belum.
4. Aturan primer merupakan aturan yang belum disistematisasi, walaupun demikian pada masyarakat tertentu dijunjung tinggi dan berlaku efektif di masyarakat sehingga menimbulkan kepastian hukum.
5. Pandangan H.L.A Hart mengenai ultimate rule sebagai kebenaran yang bergantung pada umat manusia dan dunia tempat mempertahankan ciri-ciri mereka yang menonjol bertentangan dengan ajaran hukum kodrat yang menyatakan hukum tertinggi berasal dari wahyu Tuhan.
6. Ajaran positivisme hukum menyatakan hukum dibentuk untuk memenuhi kepastian bertentangan dengan ajaran hukum kodrat karena hukum sebagai alat untuk mencapai keadilan disebabkan hukum berasal ddari wahyu Tuhan.
Diskusi
1. Apakah pertanggungjawaban dalam hukum selalu berdasarkan norma yang berlaku, lalu bagaimana peran hakim sebagai penemu dan pembentuk undang-undang?
2. Apakah aturan primer/aturan yang belum terssitem berlaku tidak efektif di masyarakat dan tidak menjamin kepastian hukum?
3. Apakah pengertian keadilan menurut semua orang sama, bagaimana dengan disparitas putusan pengadilan untuk penyelesaian sengketa hukum yang serupa?
No comments:
Post a Comment